warung kopi anlingers..
thank you for visiting warung kopi anlingers

*****************
please loging in if you have already an account
or
please register to join and participate this site

thank you

regards

Ourer

Join the forum, it's quick and easy

warung kopi anlingers..
thank you for visiting warung kopi anlingers

*****************
please loging in if you have already an account
or
please register to join and participate this site

thank you

regards

Ourer
warung kopi anlingers..
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
warung kopi anlingers..

warung nongkrong 'n rumpi buat anak lingkungan..


You are not connected. Please login or register

artikel blog liputan6. bumi sudah renta

Go down  Message [Halaman 1 dari 1]

1artikel blog liputan6. bumi sudah renta Empty artikel blog liputan6. bumi sudah renta Mon Jan 21, 2008 12:58 pm

Ourer

Ourer
the emperor
the emperor

December 6, 2007
Bumi Sudah Renta
Filed under: Sosial Kemasyarakatan — rahman @ 8:24 pm
Rahman Andi Mangussara

Musim semi tahun 1962. Dunia geger oleh peringatan ini: pestisida pembasmi hama membahayakan kehidupan manusia, mematikan hewan – hewan, burung – burung, ikan-ikan dan binatang liar lainnya. Peringatan ini datang dari sebuah buku yang judulnya lebih mirip novel ketimbang non fiksi ilmiah yang serius; Silent Spring. Buku ini segera menyedot perhatian publik dan membukakan mata warga dunia, setidak-setidaknya di Amerika, bahwa ancaman yang datang dari penggunaan pestisida secara serampangan sangat nyata di depan mata. Di Indonesia buku ini diterjemahkan dengan judul: Musim Bunga yang Bisu. Lihat mirip karya sastra, kan?

Penulisnya, Rachel Carson, seorang ahli kelautan, merampungkan buku ini saat dia tengah sekarat karena kanker di dadanya akibat pestisida pembasmi hama. Ia meninggal dan menjadi martir bagi kita semua yang hidup hari ini. Bagaimana tidak, gara-gara bukunya, yang oleh New York Times disebut sebagai buku paling fenomenal, gerakan penyelamatan lingkungan pun dimulai.

Kini, ancaman yang dihadapi umat manusia bukan lagi dari pestisida (DDT), minimal tidak lagi senyata di masa Rachel Carson masih hidup, melainkan dari hasil pembakaran minyak bumi, batu bara, dan penggunaan freon secara massal untuk kulkas dan pendingin ruangan. Untuk dua yang pertama, hasilnya adalah penumpukan CO2 di atmosfir, dan yang terakhir adalah mengikis lapisan ozon, satu lapisan yang berfungsi sebagai tabir bagi bumi. Bertambah tebalnya gas hasil pembakaran energi itu di langit sana menyebabkan panas matahari yang dipantulkan bumi kembali ke angkas tertahan. Untuk sederhananya bisa dikatakan tertahan di tengah-tengah angkasa, sehingga menjadi semacam selimut yang menaikkan suhu bumi. Itulah yang secara teknis disebut efek rumah kaca.

Normalnya, CO2 itu diserap oleh tumbuh-tumbuhan, tapi hal itu tidak terjadi karena hutan yang disebut sebagai paru-paru bumi itu juga makin berkurang. Hutan yang banyak tumbuh di negara Selatan ditebang untuk keperluan kertas, untuk tisu, untuk rumah, untuk perabotan dan untuk banyak keperluan lain. Kita membabat hutan seperti orang gila, semua demi bergeraknya industri.

Makin tebalnya selimut CO2 di angkasa dan makin tipisnya lapisan ozon yang berfungsi menahan radiasi sinar matahari, membuat suhu bumi naik secara gradual setiap hari. Yang terjadi kemudian adalah, es di kutub mencair, iklim tidak menentu, serta banyak hewan mati. Kalau es di kutub mencair, itu sama artinya permukaan laut naik, dan pulau-pulau kecil di samudra Pasifik sana, akan tenggelam. Menurut para ahli, jika suhu bumi naik 2 derajat celcius dalam setahun, tamatlah kehidupan di muka bumi ini.

Siapa yang bertanggung jawab atas semua kerusakan ini? Pertama, kita bisa menunjuk ekonomi pasar sebagai biang semua ini. Sebagai ilmu yang diyakini merupakan satu-satunya cara mencapai kesejahteraan manusia, ekonomi pasar telah gagal mengakomodasi kepentingan lingkungan. Ini salah satu contohnya: udara (oksigen) karena dianggap tidak bernilai, maka pabrik-pabrik itu atau perusahaan – perusahaan itu tidak pernah memasukkan ongkos untuk memakai udara, dan karenanya tidak peduli pula mereka terhadap kerusakannya, toh tidak bernilai secara ekonomi. Air, pada awal-awal industrialisasi juga tidak dihagai karena berlimpah dan kala itu tingkat persaingan usaha belum seketat sekarang. Belakangan, air sudah berharga, dan karena itu industri berhitung untung rugi jika mau memakai air. Mungkin sudah saatnya udara juga dihargai.

Pihak kedua yang memiliki sumbangan paling besar terhadap pemanasan bumi dan atmosfir saat ini adalah negara-negara Utara. Setengah dari jumlah emisi karbon diaoksida di atmosfir saat ini berasal dari cerobong asap pabrik dan knalpot mobil di negara industri. Padahal, negara-negara maju itu hanya berpenduduk seperempat dari jumlah penduduk bumi. Dan, Amerika berada paling depan dalam golongan ini, tapi negara ini pula yang paling ngotot tidak mau menurunkan emisi gas rumah kacanya hanya karena hal itu bisa menurunkan laju kecepatan produksi industri mereka. Sekali lagi motif mengejar keuntungan sebanyak yang bisa diraih, yang menjadi ruh ekonomi pasar, patut digugat.

http://blog.liputan6.com/2007/12/06/bumi-sudah-renta/

https://anling.indonesianforum.net

Kembali Ke Atas  Message [Halaman 1 dari 1]

Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik